Ada sebuah kedai buku berdekatan dengan sebuah restoran di Taman Tun, amat gemar saya kunjungi. Saya boleh menghabiskan waktu berjam-jam di kedai kecil tersebut kerana buku-buku Islam yang dijualnya sangat bagus pada saya, praktikal, menarik dan sukar saya temukan di tempat lain. Saya beli buku-bukunya, selain mengambil panduan untuk diri sendiri, banyak dari buku-buku di situ saya hadiahkan pada kawan-kawan.
Namun baru-baru ini, seorang teman menyampaikan bahawa kedai buku tersebut kepunyaan seseorang yang begitu banyak ’mendera’ rasa di hati saya, saya tiba-tiba menjadi tawar hati untuk terus berkunjung...
Alangkah ruginya apabila ada api permusuhan ditiupkan di hati... saya merasainya, melaluinya. Saya ingin gagahi hati untuk memaafkan, ingin terus ke situ, membaca dan berkongsi dengan teman-teman, namun apabila hati sedikit tercalar, langkah jadi berat dan kaki tak mampu lagi melangkah. Ilmu yang ingin saya cari, dari buku-bukunya yang bagus, tersekat. Terasa betapa ruginya saya.
Saya ingin ke sana lagi. Kali ini ia bukan sekadar untuk terus membeli buku-bukunya, namun ia menjadi langkah penyempurnaan jiwa ke atas diri saya ... beruntunglah saya jika mampu menundukkan hati saya dan saya akan termasuk orang yang gagal jika tidak mampu mengawal kesombongan yang ada dalam diri saya sendiri. Hanya pada Allah tempat saya berpaling dan minta dikasihani atas segala apa yang tidak mampu saya lakukan.
Itu hanya kisah sebuah kedai buku... Bagaimana dalam perkara yang lebih besar sepertimana yang sedang kita hadapi saat ini?
Kebencian kerana ilmu yang berbeza, parti yang tidak sama dan negara yang berlainan dengan kita. Sedangkan kita umat yang sama, umat Rasulullah saw.
Telah terlalu banyak perpecahan sesama kita berlaku. Betapa ruginya ummah yang begitu dahagakan apa yang ingin kita bawa... teruskanlah dengan kelas-kelas pengajian kita, teruskanlah menghasilkan buku-buku yang baik untuk merawat jiwa masyarakat, teruskanlah dengan ceramah-ceramah yang mendidik peribadi... mungkin cara kita berbeza tetapi jalannya sama. Kita ingin berlumba-lumba berbuat kebaikan, kita bukan ingin menambah kacau fikiran masyarakat dengan pengisian berbaur benci dan sakit hati, memerangi perkara yang tidak jelas salahnya, mencari bukti atas dosa yang kita sangkakan ada pada orang lain sehingga kita terlupa untuk melihat diri kita sendiri.
Kita menganggap apa yang kita lakukan adalah sebuah perjuangan yang benar. Bahawa nanti dengan ilmu yang kita ada, kita akan menjawab dengan baik atas segala apa yang kita kerjakan di dunia, di hadapan Allah. Benarkah kita benar?
Jangan tiupkan lagi api kebencian dan permusuhan ini, merasa diri kita benar dan orang lain salah... sedangkan seorang Rasulullah sendiri beristighfar setiap waktu...
Lalu, saya ada pertanyaan untuk Bapak Amin Djamaluddin, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang Sabtu lepas berada di Kuala Lumpur... disebut latarbelakang pengalamannya yang luas, menggunakan title dan ’kredibiliti’ di MUI, apa tujuan ke sini? Menyatakan pendirian yang berbeza dengan atasannya Bapak dan menimbulkan soal pada atasan sendiri? Apa cerita sebenar di balik petisi yang prakarsanya Bapak sendiri? Apa juga cerita di Bekasi? Dan bagaimana ESQ bersikap terhadap usulan Bapak? Ada 5 perkara yang kami catat, namun Bapak terus berbicara, sedangkan Bapak tahu apa kebenarannya...
Jangan datang ke sini untuk membawa benci. Cukuplah perpecahan ini. Cukuplah menyebar salah yang kita sendiri tidak pasti. Cukuplah keresahan dan kekeruhan ini sehingga mata tidak lagi mampu melihat kebaikan sesama kita, kekuatan yang kita boleh saling manafaatkan, untuk kita bantu umat ini, untuk kita jadi lebih baik di sisi Allah di setiap saat dalam hidup kita.
Datanglah ke sini dengan membawa perdamaian, dengan membawa bendera mahabbah umat Rasulullah saw.
Allah Berfirman dalam Surah Al-Anfal: ayat 73 yang bermaksud;
"Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar”
Sudah jauh kita berjalan... semoga hidup tak sia-sia. Semoga jua kita mendapat ampunanNya.
Kalau seseorang itu masih bersyahadah yang sama , masih solat lima waktu dengan rukun 13 yang sama , masih puasa dalam bulan Ramadan dengan cara yang sama , masih berzakat dengan takar ukuran dan kiraan menurut yang sama dan masih mengerjakan umrah dan haji dengan tertib dan rukun yang sama ... apakah seseorang itu boleh di hukum ?
ReplyDeleteJika anak anak kecil seusia 8 hingga 10 tahun sudah menghafal dan megingati erti Asma ul Husna , haruskah anak anak kecil itu di hukum ?
Allahhuakbar!!!!!!
ReplyDeleteBesar sungguh ujian yang sedang kita hadapi sekarang ini. Inilah ujian Allah pada kita untuk membuktikan seikhlas mana keimanan kita padaNYA dan pada kekasihNYA Nabi MUHAMAN SAW.
Diakhir zaman ini ada 4 golongan
1 Golongan yg membaca Al-Quran dan mengamalkan apa yang di ajar oleh Al-Quran.( golongan yang dekat dengan ALLAH)
2 Golongan yang kurang membaca Al-Quran tetapi masih mengamalkan apa yang di ajar oleh Al-Quran. ( juga golongan yang dekat dengan ALLAH)
3 Golongan yang membaca Al-Quran tetapi tidak mengikut mengikut ajaran Al-Quran. ( golongan munafik)
4 Golongan yang tidak membaca Al-Quran dan tidak mengamalkan ajaran Al-Quran. ( inilah golongan sesat)
Inilah empat golongan orang islam diakhir zaman ini. Dengan nama ALLAH marilah kita berusaha agar kita tergolong didalam golonga 1& 2semoga ALLAH memberkati usaha kita walau bagaimana payah sekali pun.
Allahhuakbar.